Kesadaran berbahasa adalah sikap seseorang baik secara sendiri-sendiri
maupun secara bersama-sama bertanggung jawab sehingga menimbulkan rasa memiliki
suatu bahasa dan dengan demikian ia berkemauan untuk ikut membina dan mengembangkan
bahasa itu. Kesadaran berbahasa menimbulkan sikap, bagaimana seseorang
bertingkah laku dalam menggunakan bahasanya. Sikap itu diikuti pula oleh sikap
menghormati, bertanggung jawab, dan ikut memiliki bahasa itu. Jika kita ingin
memajukan bahasa maka setiap orang harus diinsafkan agar mempunyai kesadaran
berbahasa.
Ciri-ciri kesadaran berbahasa :
a.Sikap terhadap bahasa dan berbahasa
b.Tanggung jawaba bahasa dan berbahasa
c.Rasa ikut memiliki bahasa
d.Berkemauan membina dan mengembangkan bahasa
Orang yang menguasai satu bahasa disebut monolingual, orang yang
menguasai dua bahasa disebut bilingual sedangkan orang yang menguasai lebih
dari dua bahasa disebut multilingual. Orang Indonesia termasuk bilingual karena
disamping menguasai bahasa ibunya, juga menguasai Bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasionalnya
Ciri-ciri orang yang bertanggung jawab terhadap suatu bahasa dan
pemakaian bahasa adalah :
a. Selalu berhati-hati menggunakan bahasa
b. Tidak merasa senang melihat orang yang
mempergunakan bahasa secara serampangan
c. Memperingatkan pemakai bahasa kalau
ternyata ia membuat kekeliruan
d. Tertarik perhatiannya kalau orang
menjelaskan hal yang berhubungan dengan bahasa
e. Dapat mengoreksi pemakaian bahasa orang
lain
f. Berusaha menambah pengetahuan tentang
bahasa tersebut
g. Bertanya kepada ahlinya kalau
menghadapi persoalan bahasa
Tanggung jawab berbahasa sangat diperlukan untuk menghindari salah
pengertian. Tanggung jawab pemakai bahasa tidak hanya terbatas pada pemilihan
kata dan kalimat yang baik, tapi juga mengenai cara pengucapan kata dan
kalimat.
Tiap bahasa adalah suatu penjelmaan yang unik dari suatu kebudayaan
yang unik . . . (St. Takdir Alisyahbana dalam Amran Halim I. Ed, 1976 : 40).
Karena bahasa adalah penjelmaan yang unik dari suatu kebudayaan, maka bahasa
dipengaruhi oleh pemakai bahasa yang pada dasarnya unik pula.
Pengilustrasiannya adalah perbedaan bahasa orang desa dan orang kota. Orang
kota bersikap cepat karena terburu oleh waktu.
Penggunaan bahasa ibu biasanyu digunakan dalam kehidupan sehari-hari,
situasi penjumpaan dan dan kegiatan menceritakan kembali bukanlah situasi
resmi.
Harimurti Kridalaksana (1978 : 98) mengatakan bahwa Bahasa Indonesia
dipergunakan untuk keperluan-keperluan resmi, yaitu dalam :
a.Komunikasi resmi
b.Wacana ilmiah
c.Khotbah, ceramah dan kuliah
d.Bercakap-cakap dengan orang yang dihormati.
Sikap positif
terhadap bahasa lebih banyak kita lihat dari pelaksanaan bahasa dalam kehidupan
sehari-hari oleh pemakai bahasa. Sikap positif terhadap bahasa juga terlihat
pada penampilan seseorang ketika dia menggunakan bahasa. Sikap terhadap bahasa
itu terlihat dari penghargaannya terhadap bahasa.
Khusus di
Indonesia, Bahasa Indonesia dikatakan sebagai lambang kebangsaan dan identitas
nasional, sedangkan Bahasa Daerah dikatakan sebagai lambang kebanggaan dan
identitas daerah. Sikap terhadap bahasa ditekankan pada segi tanggung jawab dan
penghargaan terhadap bahasa, sedangkan sikap berbahasa ditekankan pada
kesadaran diri sendiri dalam menggunakan bahasa secara tertib.
Sikap positif
terhadap bahasa dan berbahasa menghasilkan perasaan memiliki bahasa. Maksudnya,
bahasa sudah dianggap kebutuhan pribadi yang esensial, milik pribadi, dijaga
dan dipelihara. Untuk menanamkan rasa memiliki bahasa, orang harus bertitik
tolak dari anggapan bahwa bahasa adalah miliknya pribadi. Kalau bahasa dianggap
sebagai milik pribadi, konsekuensinya kita wajib memeliharanya.
Perasaan memiliki
bahasa menimbulkan tanggung jawab dan kegiatan untuk membina bahasa baik
melalui kegiatan pribadi atau kegiatan kelompok. Partisipasi dalam pembinaan
bahasa terbagi menjadi dua yaitu :
- Partisipasi
informal, yaitu sikap kita saat menggunakan bahasa terutama pemakaian
bahasa yang tertib. Setiap kali kita menggunakan bahasa berusaha untuk
memperhatikan kaidah bahasa yang bersangkutan, meskipun tidak ada
undang-undangnya
- Partisipasi
formal, yaitu partisipasi secara aktif. Terlihat usaha kita berupa
kegiatan pembinaan melalui pertemuan forma, termasuk sumbangan berupa
lisan dan tulisan yang mendukung pembinaan bahasa.
Tentu tidak semua
pengguna bahasa diharapkan berpartisipasi secara formal. Yang diharapkan
minimal kita berpartisipasi secara informal. Dengan penuh kesadaran, kita
menggunakan bahasa secara tertib. Memang berat, namun jika kita sebagai
pengguna bahasa telah menyadari perlunya pembinaan suatu bahasa, maka usaha apa
pun yang akan dijadikan pasti akan berhasil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar